Friday, December 7, 2007

Take Home Midnight - Tonton TV Tengah Malam, Film Jadi Pilihan

Perhatikan Kondisi Tubuh

Bisa dimengerti bahwa remaja sekarang lebih suka nonton TV tengah malam. Tapi, ini pun punya dampak baik dan buruk. Di satu sisi, ini bisa menguntungkan karena anak bisa refreshing setelah belajar. Di sisi lain, ini juga membahayakan. Sebab, kalau terlalu sering dilakukan, siklus tubuh bisa terganggu. Akibatnya, fungsi berpikir berkurang, mudah mengantuk, dan sering bad mood saat beraktivitas di siang hari karena kurang istirahat. Anak juga bisa tersugesti. Dari yang sebelumnya melek di tengah malam untuk nonton TV, lama-lama akan merasa harus menonton TV di tengah malam agar bisa tidur. Ini yang tidak baik. Coba kontrol diri. Kalau sudah capek dan mengantuk, sebaiknya istirahat. (rum)

Sumber:
Deteksi Jawa Pos, Jumat 7 Desember 2007

Tuesday, November 6, 2007

Problematika dan Solusi Kualitas Pendidikan

Oleh: Josephine M.J.Ratna, M.Psych

Memperoleh pendidikan adalah hak setiap orang. Mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan adalah permasalahan yang dihadapi semua orang, sehingga pemilihan institusi yang tepat menjadi kuncinya. Di sisi lain, institusi pendidikan menyadari kebutuhan tersebut dan dengan memadukan unsur pendidikan, bisnis, sosial dan aspek lain, muncullah berbagai kategori yang terkadang ada setelah berdirinya suatu lembaga, dan bukan sebaliknya.

Institusi pendidikan dikelompokkan berdasarkan:

1. Pengkategorian berdasarkan kurikulum dan fasilitas :

- Sekolah Internasional – kurikulum asing / IB

- Sekolah Nasional plus

- Sekolah Bertaraf Internasional

- Sekolah Nasional Bertaraf Internasional

- Sesuai kategori di atas (plus asrama)

2. Pengkategorian berdasarkan sumber dana dan pengelolaan :

- Sekolah Negeri

- Sekolah Swasta

- Sekolah berbasis agama

3. Pengkategorian berdasarkan kebutuhan khusus :

- Sekolah Umum (dan Kejuruan)

- Sekolah Luar Biasa

- Sekolah Khusus : Lambat belajar, autis, berbakat

- Home schooling

4. Pengkategorian berdasarkan kelompok usia

- Sekolah Bayi

- Playgroup

- TK, SD, SMP, SMA

Pengkategorian di atas membawa konsekuensi pentingnya sumber daya manusia pengelola dan pelaksana pendidikan yang memiliki dedikasi kuat untuk mengembangkan model yang memihak pada kebutuhan calon siswa. Pada kenyataannya, kompetisi institusi pendidikan lebih mengarah pada fasilitas yang ada (tetapi SDM yang belum berpengalaman, sehingga kurikulum yang baik tidak berjalan sesuai yang diharapkan), atau mengandalkan guru yang berpengalaman namun sistem/model pendidikan yang kurang mengakomodasi perkembangan teknologi yang ada, atau mengandalkan kurikulum asing dengan tenaga pengajar asing, fasilitas mewah dan kurikulum yang ’menggiurkan’, tetapi harus ditebus dengan harga yang melangit.

Memang kategori di atas memberikan pilihan bagi penguna (baca = orangtua dan siswa), namun tak kalah pentingnya adalah adanya berbagai upaya untuk memberikan nilai tambah agar institusi pendidikan tidak hanya mengedepankan janji mencetak lulusan berkualitas akademis dan berketrampilan/berkarakter istimewa, tetapi memungkinkan perkembangan dan pemantapan individual dari pengelola dan pelaksana pendidikan sendiri. Bagaimanapun juga perlu disadari bahwa tangan pengelola, pemikir dan pelaksana pendidikanlah yang menjadi tumpuan utama perubahan, apapun macam kategori institusi pendidikan yang ada. Mungkinkah ada pendidikan berkualitas yang diperoleh dari institusi pendidikan yang murah? Jika mungkin, mengapa tidak diupayakan ? Mungkinkah institusi pendidikan memiliki tenaga pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga mengajarkan kehidupan ?

Pendidikan yang menghasilkan generasi berkualitas tidak dipungkiri. Banyak lulusan yang dibekali begitu banyak ketrampilan dasar dan pelatihan yang disediakan untuk menunjang keberhasilan mereka di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Menjamurnya berbagai macam kursus dan pelatihan luar sekolah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seseorang untuk menimba lebih banyak dari yang didapatkannya di sekolah. Sementara siswa meraup banyak ketrampilan di luar sekolah, guru justru masih harus berjuang untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Suatu situasi dilematis yang tak kunjung berakhir dan melegitimasi bahwa perkembangan pengetahuan guru tidak sebanding dengan pesat dan luasnya pengetahuan yang ada sehingga memang guru bukanlah yang paling tahu. Di sisi lain, kesadaran hal ini justru meninabobokan guru untuk berlindung dari keharusan mengembangkan diri di luar sekolah.... tidak ada waktu. Akibatnya pengembangan guru menjadi permasalahan tersendiri bahkan sangat sukar bagi manajemen pendidikan untuk memotivasi guru untuk bersedia meluangkan waktu demi upaya pengembangan diri.

Dilematis memang... tetapi ini kenyataannya. Belum lagi bila pemerintah memberlakukan sistem penilaian dan pengkategorian tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perencanaan sekolah secara keseluruhan. Lalu kepada siapa institusi pendidikan berpihak ? Pemerintah ? Yayasan ? Manajemen sekolah ? Guru ? Orangtua ? Murid ? Masyarakat luas ? Semestinya memang keberpihakan tidak dipandang dari satu arah saja, melainkan suatu saling ketergantungan sehingga diharapkan semua pihak akan berkembang. Sayangnya proses perkembangan masih juga harus berhadapan dengan kebijakan yang berubah-ubah sehingga saat manajemen pendidikan belum tuntas menyelesaikan suatu permasalahan sudah dihadapkan pada permasalahan baru akibat perubahan kebijakan. Dan hal ini adalah proses pembelajaran lain pula yang menurunkan model sikap dan perilaku ’perencanaan jangka pendek’ dan bukan pemikiran jangka panjang yang mengedepankan upaya preventif.

Disamping menyorot pada problematika yang dihadapi oleh manajemen pendidikan, permasalahan yang berhubungan dengan anak didik (plus orangtua) di jaman sekarang sungguh memprihatinkan. Semestinya dengan kecanggihan penyusunan kurikulum diikuti dengan fasilitas yang lebih baik, permasalahan yang dialami siswa sepatutnya tidak mengkuatirkan.

Di era perkembangan teknologi dan kompetisi yang sedemikian pesat, berikut ini adalah permasalahan yang kerap muncul :

- Hurried Child Syndrome (HCS) – Sindroma ’Anak Karbitan’

- Addictions : Internet, game, drug, shopping, sms

- Free sex – premarital sex – teenage pregnancy

- Eating disorders

- ‘Electronic baby sitters’ – PS, Game boy, MP3, TV (plus DVD, VCD), PC games, dll

- Mental weakness : depresi, cemas, mudah menyerah/putus asa, bunuh diri

- Peer pressure : membentuk kelompok tanpa tujuan jelas (tidak produktif)

- Kompleksitas masalah keluarga yang mempengaruhi anak : perkawinan (kawin cerai, single parent), pengasuhan non-parental (baby sitter, kakek-nenek, asrama, child care), kedua orangtua bekerja (quality time, modelling, kontol kurang, pemenuhan materi berlebih)

- Masalah religiusitas

- Dan lain-lain

Dengan memandang hal-hal di atas, kualitas pendidikan akan sangat bergantung pada SDMnya, baik yang duduk pada tatanan pembuat kebijakan, pemberi dana, pengelola (manajemen) pendidikan, guru, orangtua, siswa dan masyarakat lain. Sangat disarankan bahwa solusi atas permasalahan pendidikan tidak hanya dibebankan pada pengelola pendidikan saja, tetapi menjadi tanggungjawab semua pihak, artinya sungguh dari setiap kita. Ibaratnya jika kita memang mampu memberikan 1 menit dari waktu yang kita miliki atau Rp. 100 dari uang yang kita miliki atau 1 meter persegi dari ruang yang ada atau 1 buku dari koleksi kita untuk pendidikan...... berikanlah dengan tulus .... BUKAN menggunakannya untuk mengecam, menyudutkan, dan bahkan mematikan pendidikan.

Can we make a difference, even only for one ? Yes, we can………… though we need more time and most importantly we need to involve our heart in making a single decision to change our attitude, ways of thinking and what we believe to see more positive changes happening all the way……

Dapatkah kita membuat perubahan/perbedaan, bahkan hanya satu hal kecil saja ? Ya, kita bisa..... walaupun untuk itu kita butuh waktu dan paling penting dibutuhkan hati yang tulus untuk mengambil suatu keputusan untuk mengubah sikap, cara berpikir dan apa yang saat ini kita yakini untuk melihat lebih banyak perubahan positif terjadi sepanjang perjalanan ........

Saturday, November 3, 2007

Antara Harga Diri dan Gosip - Gengsi, Malu Kalau Diputusin

Belajar Mengambil Keputusan

Keputusan dibuat supaya kita tidak menyesal di kemudian hari. Dalam pacaran, putus adalah proses remaja menerima konsekuensi dari keputusannya. Kalau memang tidak cocok setelah dikaji dari positif dan negatifnya hubungan tersebut, ya kenapa tidak putus. Masalah sakit hati memang harus kita pertimbangkan. Tapi, berani berkata tidak harus dilakukan kalau memang tidak mau. Namun, jangan serta-merta jadi sembarangan mengakhiri hubungan. Sebelum putus, ada baiknya minta pendapat orang lain. Apakah tindakan ini dilakukan karena egois. Semestinya, pasangan saling menghargai perasaan satu sama lain. (puz)

Sumber:
Deteksi Jawa Pos, Sabtu 3 November 2007

Tuesday, October 30, 2007

Terobsesi Langsing? Awal Gangguan Makan

Disadari atau tidak, gangguan makan seringkali diderita oleh wanita. Seperti apa sih gangguan makan yang kerap terjadi?

Wanita mana sih yang tidak ingin memiliki tubuh langsing? Pasti semua wanita menginginkannya. Buktinya, demi mendapatkan tubuh langsing, wanita rela menempuh berbagai cara, mulai yang wajar sampai tidak wajar. Cara wajar untuk mendapatkan tubuh langsing antara lain dengan mengatur pola makan dan olahraga secara rutin. 
Sedang cara tidak wajar untuk mendapatkan tubuh langsing misalnya, dengan menahan lapar dan memuntahkan kembali makanan yang sudah dimakan. “Cara yang tidak wajar itu sama dengan eating disorder atau gangguan makan,” ujar Josephine M.J. Ratna, M. Psych. 
Ditambahkan Cilinical and Health Psychologist RS Surabaya Internasional itu, ada beberapa jenis gangguan makan, yang mungkin terjadi akibat seseorang terobsesi untuk menjadi langsing. Gangguan makan itu adalah anorexia nervosa dan bulimia nervosa. 
Kedua gangguan itu pada dasarnya mempunya tujuan sama, yaitu untuk menguruskan badan. “Gangguan itu biasanya muncul ketika seseorang memasuki usia puber. Jarang terjadi pada anak-anak. Kalaupun ada, mungkin hanya ‘bibitnya’ saja,” ujar Josephine.

Berbahaya
Gangguan makan seperti apa anorexia nervosa dan bulimia nervosa itu sebenarnya? Berikut penjelasan Josephine:

Anorexia Nervosa
Anorexia Nervosa atau biasa disebut anoreksia saja adalah gangguan makan untuk membuat badan kurus, dengan cara membatasi makanan secara sengaja dan mengontrolnya sangat ketat. ”Jadi, penderitanya benar-benar menghindari aktivitas makan,” tukas Josephine. 
Padahal penderita anoreksia sebenarnya sadar bahwa mereka kelaparan. Tapi, karena takut berat badannya bertambah, mereka tetap memaksakan diri menahan rasa lapar tersebut.
Selain itu, persepsi terhadap rasa kenyang mengalami gangguan, sehingga ketika mereka mengkonsumsi makanan dalam porsi kecil pun mereka akan merasa sangat kenyang. Bahkan mual!

Dan, kebanyakan, ketika mereka terpaksa makan akibat terlalu lapar, mereka akan merasa sangat bersalah, walau yang dimakan hanya sedikit. Kalau sudah berlebih mereka bahkan memuntahkan kembali makanannya. 

“Nah, daripada harus merasa bersalah, mereka lebih memilih untuk mati-matian berdiet demi memiliki tubuh yang kurus. 

Tak heran bila tubuh penderita anoreksia rata-rata berat badannya 15 persen kurang dari berat badan normal. Meski sudah begitu kurus, mereka masih tetap merasa dirinya gemuk,” papar Josephine. 

Tanda seseorang menderita anoreksia sendiri, menurut ibu dua anak itu, bisa diketahui secara khas. Yaitu, minimal tidak mengalami menstruasi selama tiga bulan. Hal itu terjadi karena dalam tubuhnya tidak ada nutrisi yang cukup, sehingga aktivitas hormon terganggu. 

Yang lebih mengkhawatirkan, perilaku anoreksia ini bisa berdampak fatal, karena menahan laparnya dilakukan mati-matian, hingga lebih kea rah bunuh diri. “Tanpa makanan dengan gizi cukup, tentu tubuh dan organ-organ di dalamnya tidak akan mampu bekerja dengan baik,” tandas Josephine.

Bulimia
Kalau penderita anoreksia mati-matian menahan lapar dan berusaha untuk tidak makan atau hanya makan dua-tiga sendok nasi saja per hari, penderita bulimia lebih cenderung ke binge. Artinya, penderita bulimia makan dalam jumlah banyak atau berlebihan. 

Apalagi bila itu makanan favoritnya, bisa-bisa sulit dihentikan. “Padahal, belum tentu mereka menikmati makannya. Mereka cuma ingin mengunyah saja, ngga lapar pun ingin binge,” jelas Josephine. 

Namun, mereka makan berlbihan hanya untuk memuaskan keinginan. Sebab, makanan itu akan dkeluarkan kembali, hingga tak ada yang tersisa. Dalam persepsi mereka, dengan cara seperti itu mereka tetap kurus, tanpa perlu menahan keinginannya untuk makan. 

Untuk mengeluarkan kembali makanan yang sudah masuk, para penderita bulimia bisa melakukan dengan beberapa cara. Misalnya, memuntahkan makanan yang sudah ditelannya dengan memasukkan jari tangan, sedotan, sikat gigi, dan sebagainya. 

“Kalau nggak begitu ya dengan berpuasa selama dua puluh empat jam, tanpa makan dan minum, mengkonsumsi pil pelangsing dan obat laksatif atau diare,” ujarnya.

Selain itu, mereka juga melakukan olahraga secara berlebihan, melebihi batas normal orang biasa melakukannya. Disbanding penderita anoreksia, berat badan penderita bulimia biasanya normal atau sebelumnya memang obesitas.

Bahkan, kata Josephine, sebuah penelitian menyebutkan, 40 persen mereka yang obesitas adalah penganut gaya makan binge. Dan, cirri utama para penderita bulimia adalah memiliki kebiasaan binge dan muntah berkali-kali. 

Seperti halnya anoreksia, bulimia juga bisa membahayakan penderita.

Tak Segera Diterapi, Bisa Infertil
Gangguan anoreksia atau bulimia harus segera diatasi agar tidak berdampak buruk. Bukan hanya secara fisik, tapi juga psikologik. 

Secara fisik, penderita anoreksia atau bulimia bisa mengalami kurang gizi, mudah sakit, bahkan infertile! Sebab, “Nutrisi yang masuk ke dalam tubuh tidak mencukupi, sehingga hormon-hormon dalam tubuh tidak bisa bekerja dengan baik. Apalagi, bila penderita mengkonsumsi pil-pil yang tak jelas,” tandas Josephine. 

Sedang secara psikologis, penderita gangguan makan bisa menjadi stress, menjadi prefeksionis dengan penampilannya, sering berbohong pada orang-orang di sekitar, dan sebagainya. “Bisa juga terkait antara fisik dan psikologis. Misalnya, kalau fisik sudah terlalu lemas, maka prestasi kerjanya bisa menurun drastic,” ujarnya.

Karena itu, bila tanda-tanda gangguan makan sudah muncul, Josephine mengingatkan agar segera dilakukan terapi dengan baik. Dengan begitu, waktu yang dibutuhkan untuk menyembuhkan tidak terlalu lama. Berikut terapi yang bisa dilakukan untuk mengatasi anoreksia atau bulimia:

·         Terapi Nutrisi
Dilakukan untuk mengatur jadwal makan, memberikan penjelasan mengenai tujuan terapi nutrisi, pentingnya diet sehat dan akibat buruk dari pola makan yang salah terhadap kesehatan. Terapi ini bisa dilakukan oleh dokter.

·         Konseling
Terapi ini untuk membantu pasien yang depresi, terganggu emosional, atau adanya faktor sosial sehingga mendorong terjadinya gangguan makan. Tujuannya agar pasien mengeluarkan perasaannya, unek-unek dan akan membantu penderita menghadapi perubahan hidup dan memperkuat rasa percaya diri.

·         Psikoterapi
Biasanya ini dilakukan oleh psikolog, yakni dengan terapi kognitif. Di mana pasien diubah persepsi dan cara berpikirnya, dari persepsi yang salah mengenai tubuhnya sampai menjadi lebih obyektif, dan menghilangkan sikap dan rekasi yang salah terhadap makanan.

·         Pengobatan
Untuk terapi obat, dokterlah yang berhak memberikannya. Penderita bisa diberi obat seperti antidepresan bersama dengan pngobatan psikoterapi.

·         Dukungan
Karena pengaruh lingkungan sosial sangat besar, maka dukungan dan perhatian dari orang-orang di lingkungan sekitar akan sangat berharga bagi pasien. (bianda)

Sumber:
Tabloid Cantiq – edisi 14, II Oktober 2007.

Saturday, October 6, 2007

Inovasi Pembelajaran TK

Oleh: Josephine M.J.Ratna, M.Psych

PEMBELAJARAN TK

Early education – pendidikan usia dini tidak lagi dimulai saat anak berusia 4 tahun, tetapi sudah lebih awal bahkan saat anak masih berusia kurang dari 1 tahun. Berbagai upaya dilakukan untuk memanfaatkan ‘golden age’ dengan harapan anak mendapatkan pendampingan dan kesempatan terbesar untuk mengoptimalisasi perkembangan otaknya. Hal ini menyebabkan banyak anak yang telah ‘disekolahkan’ sejak muda usia (mulai dari Baby school, Toddler time, Playgroup) tidak lagi merasa gamang saat berada di Taman Kanak Kanak (TK). Di mata orangtua, menyekolahkan anak sedini mungkin merupakan kebutuhan dan tidak lagi sekedar pilihan, terlebih dengan kondisi kedua orangtua bekerja sehingga peran pendampingan anak beralih ke sekolah.

Dengan latar belakang perkembangan di atas, TK tidak lagi menjadi awal perkenalan anak pada sistem sosial di luar rumah, melainkan suatu sistem pembelajaran yang harusnya sudah ‘serius’ dan bukan sekedar ‘taman belajar’ dengan mengedepankan banyak tujuan yang harus dicapai baik oleh anak sendiri, maupun tuntutan yang ditujukan pada sekolah, guru dan orangtua sendiri.

Di sisi lain, berkembangnya tuntutan kebutuhan pembelajaran TK merangsang banyak pihak pemerhati pendidikan dan ahli pendidikan mengembangkan berbagai model pembelajaran yang akhirnya menjadikan memang murid TK sebagai eksperimen (dalam arti positif). Kita lihat bahwa pengenalan tentang computer, bahasa Mandarin, bahasa Inggris, sempoa, sudah diterapkan di banyak TK, bahkan sudah dimulai di tingkat pendidikan yang lebih rendah. Tuntutan agar anak diusia belianya mampu menyerap sebanyak mungkin materi dengan tetap mempertahankan ’kesehatan psikologisnya’ , berkembanglah berbagai metode pembelajaran misalnya untuk matematika ada metode jarimatika, I-math, Kumon, Sakamoto ; untuk science ada I-science, fun science ; untuk computer ada berbagai modul pembelajaran yang sudah dikemas dalam bentuk VCD/DVD dan lain sebagainya

LANDASAN TEORITIK

Bagaimanapun tuntutan pembelajaran yang ada, tetaplah perlu memperhatikan pendapat para pakar yang berkaitan dengan pendidikan usia dini :

Maria Montessori – Montessori Education

Menekankan pentingnya anak mampu meresapi lingkungan pembelajarannya sehingga sangat pentinglah adanya fasilitas dan peralatan yang sesuai untuk mendukung pembelajaran anak. Kebutuhan anak belajar adalah unik dan keunikan belajar inilah yang harus menjadi tolok ukur suatu metode yang hendak diterapkan. Montessori menekankan pentingnya berpusat pada anak dan mengajarkan anak untuk misalnya menggunakan alat atau mainan yang ada dalam menjelaskan konsep tertentu. ”Children shouldn’t just play.... but play with toys will teach them concept”

Kritik terhadap Montessori adalah karena kurang menekankan pada perkembangan bahasa dan sosial, kreativitas, musik dan seni.

Rudolf Steiner – Waldorf Education

Juga menekankan pentingnya memusatkan perhatian pada kebutuhan anak dalam kita mengajarkan sesuatu. Pada model Waldorf ini, kreativitas anak ditumbuhkan sehingga ia mampu menggunakan apa yang ada disekelilingnya sebagai sarana belajar dan bukan pasif menunggu. Anak didorong untuk menciptakan sendiri alat belajarnya dari apa yang ada di sekitarnya. ”Children have to create their own toys from the materials which happen to be at hand”

John Dewey

Dewey menekankan bahwa sekolah adalah tempat anak untuk berkembang secara progresif, sehingga muncullah kurikulum Child-centered. Dengan berfokus pada anak dan melalui program aktivitas fisik, dapat diketahui minat anak. Dewey berpendapat bahwa pendidikan adalah proses kehidupan dan bukan sekedar persiapan untuk kebutuhan masa mendatang, namun adalah pengembangan peminatan anak melalui suatu proses.

Jean Piaget

Piaget menekankan bahwa ada 3 cara anak mengetahui sesuatu yaitu melalui interaksi sosial, interaksi dengan lingkungan dan pengetahuan fisik serta belajar tentang logika matematika melalui konstruksi mental. Perkembangan proses berpikir dan intelektualitas anak dapat dengan metode bermain sambil belajar

Howard Gardner

Menekankan pentingnya memahami bahwa tiap anak memiliki kecerdasan majemuk dan hendaknya proses pengajaran mampu mengembangkan kecerdasan majemuk anak sampai anak menemukan sendiri kecerdasan dominan yang ia miliki.

Ada 8 macam kecerdasan dan pada implementasinya dapat dilakukan dengan kreatif.

Dari beberapa masukan para ahli di atas, maka kreativitas dan inovasi pembelajaran terletak di tangan guru dan orangtua sebelum sang anak sendiri nantinya yang mampu menjadi kreatif dan memiliki metode pembelajaran sendiri.

David Werkart


Metode pengajarannya menggunakan prinsip-prinsip memberikan lingkungan yang nyaman, memberikan dukungan terhadap tingkah laku dan bahasa anak, membantu anak dalam menentukan pilihan dan keputusan, serta membantu anak dalam menyelesaikan masalahnya sendiri dengan melakukannya sendiri. Metode ini yang diterapkan di High Scope education.


TUNTUTAN PENDIDIKAN vs KENIKMATAN BELAJAR

Penerapan kurikulum TK belum seketat kurikulum di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Masih banyak ruang yang dapat digunakan untuk mewujudkan pendidikan usia dini yang berkualitas. Namun perlu diterapkan pula suatu kurikulum dan metode pembelajaran yang seimbang bagi anak sehingga anak tidak terbeban yang terpenting adalah mencegah terjadinya hambatan pembelajaran di tingkat yang lebih tinggi.

Anak yang mengalami trauma karena tuntutan yang tinggi serta penerapan disiplin yang melewati batas toleransi anak (dan orangtuanya....), dapat mengalami kesulitan belajar dan keenganan bahkan ketakutan untuk masuk sekolah. Jika hal ini terjadi maka akan percumalah suatu upaya pembelajaran yang sudah diterapkan di TK karena tidak memberikan ’kenikmatan belajar’ dan ’ketagihan belajar yang menyenangkan’.

Diperkirakan masih banyak pelaksanaan pembelajaran yang lebih mengedepankan untuk menjejali anak dengan berbagai ilmu dan ketrampilan tetapi mengurangi porsi kenikmatan belajar sesuai usia perkembangannya di segala aspek. Anak menjadi distres dan sekolah bukan lagi menjadi tempat yang menggairahkan. Sayang sekali bila hal ini terjadi justru di awal dari usia sekolah anak. Kondisi ini semakin diperparah bila orangtua dan guru (terutama guru muda yang masih belum berpengalaman dalam mengasuh dan mendidik anak) mengatasi permasalahan ini dengan pendekatan yang keliru, misalnya orangtua membujuk anak untuk sekolah dengan membelikan berbagai macam permainan yang justru akhirnya membuat anak menjadi lebih tertarik untuk main di rumah ketimbang pergi ke sekolah.

Mengamati hal tersebut di atas, maka menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah (terlebih yang juga mendasarkan pendidikannya mengikuti nilai religius tertentu) untuk menciptakan model pembelajaran inovatif, kreatif, atraktif, dan segala model –if yang lain (komunikatif, interaktif) yang berpihak pada kepentingan siswa namun dalam jangka panjang mampu diminati oleh orangtua untuk menitipkan perkembangan buah hati mereka. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan berkualitas menuntut dukungan finansial pula, sehingga untuk dapat berlanjut secara berkesinambungan dan terus berkembang, maka pembentukan TK i-k-a-k-i atau c (cinta kasih)-i-k-a-k-i harus didukung pula oleh sumber daya manusia yang berdedikasi dan punya komitmen jangka panjang.


MENCIPTAKAN TK YANG C-I-K-A-K-I : SUATU TANTANGAN

Tidak ada suatu lembaga pembelajaran manapun yang dapat menjawab semua kebutuhan dan menjadi tempat belajar yang paling ideal. Yang terpenting adalah adanya tempat belajar yang mampu berubah sesuai dengan kebutuhan tanpa harus ’melacurkan’ diri demi mendapatkan simpati siswa, orangtua dan masyarakat. Penting untuk meyakini sebuah nilai dan mempersiapkan implementasi dari nilai tersebut dengan sebaik-baiknya dengan dukungan penuh dari segenap warga.

1. Berpijaklah pada suatu nilai dan pandangan yang dianggap paling sesuai

2. Perhatikan tahap perkembangan anak.
Secara umum, tahap perkembangan anak dapat dilihat dari tabel kompilasi tahap perkembangan anak.Namun perlu diketahui bahwa tiap anak mempunyai kecepatan dan kematangan yang berbeda-beda, sehingga suatu model pembelajaran hendaknya juga mampu mempertimbangkan anak yang memiliki keunikan berkaitan dengan tahap perkembangan ini.

3. Kepala Sekolah dan Guru TK harus punya jadwal belajar hal baru secara berkala, termasuk mempelajari trend yang sedang berlaku

4. Permasalahan siswa banyak dilaporkan orangtua dan juga diobservasi di sekolah

James W Botkin menyebutkan bahwa proses belajar dalam suasana inovatif dapat membantu memecahkan persoalan-persoalan penting dalam pendidikan dan membentuk ketahanan anak didik maupun sekolah menghadapi kehidupan jangka panjang. Walaupun muatan kurikulum TK diisi dengan pengembangan wawasan, tetap harus di perhatikan bahwa dengan usia anak antara 4-6 tahun mereka membutuhkan ruang gerak yang cukup dan kebutuhan bermain yang esensial.

Mempertemukan pendidikan ideal dengan memperhatikan no 1-3 di atas serta tetap mampu menerapkan CIKAKI ternyata tidak mudah.

5. Setelah melakukan pemetaan di atas dan menjawab sendiri apa yang kita ketahui sebagai bahan untuk diolah dan dikembangkan menjadi suatu inovasi pembelajaran baru yang cocok dengan TK, maka di bawa ini ada beberapa alternatif pembelajaran yang banyak dijadikan acuan dalam membuat ’resep perubahan’ :

a. Pengajaran suara, bentuk, bilangan melalui :

- pengamatan alam

- keaktifan jiwa dan raga anak / active learning

- pentahapan berdasarkan tingkat kesulitan / kompleksitas

- kecerdasan majemuk

b. Pengajaran sentra, yang menekankan pada perpaduan klasikal, individual dan kegiatan  biasanya berbentuk thematic learning

c. Pengajaran menjadi atraktif bila :

- mengikutsertakan dan mengijinkan kreativitas

- guru melihat minat anak (beri waktu bebas, catat apa yang dilakukan anak, gunakan hasil observasi untuk ’menjadi dekat dengan anak’)

- jadwal pelajaran bisa fleksibel untuk bidang / subyek tertentu

- penilaian berdasarkan daftar aspek yang ingin di raih dan tidak semua anak diharuskan mencapai kemampuan tertentu  berpedoman pada indikator kecerdasan majemuk

- mengikutsertakan kegiatan fisik yang berkualitas / bertujuan (OR, atau Brain Gym - Kinesiologi) dan seni (gambar, tari, suara, musik)

- dilakukan dalam suasana bermain berkualitas

- guru mau dan ikut terlibat (tidak malu untuk terlihat ’aneh’)

- mengkombinasikan 3 faktor : kognitif, afekif, psikomotor

- tidak menggunakan hukuman tetapi ’belaian tegas’


6. Evaluasi inovasi secara berkala dengan menanyakan :

a. Apakah permasalahan lebih mudah diatasi ?

b. Apakah guru lebih mampu mengendalikan diri ?

c. Apakah jumlah anak yang masuk sekolah (dan gembira) meningkat ?

d. Apakah lebih banyak orangtua yang menawarkan diri untuk membantu ?


LET’S MAKE A DIFFERENCE – MARI MEMBUAT PERUBAHAN KECIL

Impikan ini ! – Suatu saat 6, 9, 12, 16 dan 20 tahun yang akan datang, kita menerima kunjungan seseorang dengan senyum, mungkin sambil membawa generasi yunior kembali ..... ke TK yang sama

Disampaikan pada Pertemuan BKS – TK Regio I, Surabaya 6 Oktober 2007 oleh Josephine M.J. Ratna, M.Psych

Tuesday, October 2, 2007

Sahabat Berubah, Malas Dekat-Dekat

If you’re alone, I’ll be your shadow.If you want to cry,I’ll be your shoulder.If you want a hug,I’ll be your pillow.If you need to be happy, I’ll be your smile...But anytime you need a friend,I’ll just be me.

Makna short poem semacam ini biasanya bakal jadi janji pembuka dalam persahabatan. Bahkan, ada yang sengaja menulisnya di buku diary bersama sebagai janji teman abadi.

Tapi, janji tak selalu bisa ditepati. Ombak selalu bisa datang, menenggelamkan perahu persahabatan yang tak kukuh. Melunturkan janji yang tertulis di diary.

Hati-hati dengan bosan. Ketika perasaan ini nempel di pertemanan, bosan bukan lagi hal biasa. Dia bisa jadi virus. Kalau boleh jayus, virusnya mari kita beri nama BBB alias Bukan Bosan Biasa. He he he.

Si BBB ini adalah salah satu ombak yang sering menerpa persahabatan. Paling nggak, ada 40 persen responden yang mengaku pernah jadi korban bosan dengan teman. Betty Sanchezh dari SMAN 15 Surabaya, misalnya. Dia mengaku mulai bosan dengan salah seorang teman karena sifat si teman yang berubah.

Sejak dua tahun lalu, Betty punya geng yang berisi enam orang. "Kami selalu sama-sama. Ke mana-mana bareng. Tapi, sejak kelas tiga, ada salah seorang yang akhirnya punya pacar," cerita Betty.

Sejak saat itulah, teman Betty itu nggak lagi bisa diajak seru-seruan. Dia jadi sering absen ketemuan. "Janji-janji juga sering dibatalin mendadak. Kami jelas kecewa," ujarnya.

Betty dkk pun mulai menyusun aksi peringatan. "Setiap dia datang, kami menjauh. Setiap dia ngajak ngomong, kami cuek. Biar sadar kalau dia juga butuh teman, bukan cuma pacar," jelasnya. Karena itu, si teman pun sadar diri dan mulai mengubah sikap. "Sekarang, kami sudah baikan lagi. Dia juga tetap bisa pacaran," lanjutnya.

Permasalahan Betty mungkin lebih simpel. Tapi, Andrianto Saputro asal SMP Shafta pernah sangat kecewa hingga jadi bosan dengan temannya. "Aku ngerasa dikhianatin," kata Andri. "Aku percaya banget sama dia. Semua masalah dan rahasiaku dia pasti tahu. Eh, nggak tahunya dia malah cerita ke orang lain," kesalnya.

Andri beruntung karena punya teman yang simpati dan menegur sahabatnya tadi. "Akhirnya, sahabatku sadar kalau kelakuannya salah. Dia langsung minta maaf," sambungnya.

Bukan cuma problem pelik yang bisa membuat pertemanan renggang. Nidya Sari yang sekolah di SMP Dr Soetomo pernah bosan dengan teman karena frekuensi ketemu berlebihan. Sejak kelas satu sampai kelas tiga, mereka selalu bersama, bahkan satu bangku.

"Awalnya sih senang, tapi lama-lama pengin juga merasakan dekat sama yang lain," cuapnya. Untung bagi Nidya, si teman bisa paham. Mereka pun mulai menjaga jarak, hanya bersama ketika di sekolah. "Tapi, kami tetap dekat kok," tambahnya.

Pilih Menjauh ketika Jenuh

Pernah merasa bosan? Cara paling efektif ya menghindar. Misalnya kalau bosan makan nasi, jangan dekat-dekat penjual nasi bungkus. Kalau bosan minum susu, nggak usah dekat-dekat -sapi. Kalau bosan duit, ya jauh-jauh aja dari ATM. He he. Simpel, kan?

Dan itulah tindakan yang bakal diambil responden (32,5 persen) ketika bosan sama sahabat. Lainnya, ada yang ngomong langsung ke sahabat (27,9 persen), ada juga yang memilih curhat ke teman lain (20,8 persen).

Yang pertama pengin berandai-andai apa yang bakal dilakukan ketika bosan sama sahabat adalah Bramantya Putra Teja, pelajar SMA YPPI 2. "Untuk sementara, aku bakal jalan sama teman-teman yang lain aja. Kalau dipaksa jalan terus pasti malah bikin bosan. Nanti, kalau udah nggak bosan, baru ngajak keluar sahabatku lagi," ujarnya.

Keputusan serupa bakal diambil Adinda Mustika. Dia bakal menjauh kalau jalan bareng dua sahabatnya mulai terasa membosankan. Tapi, perjuangan Adinda untuk menjauh bakal lebih berat dari Bramantya. Pasalnya, kedua sahabatnya itu satu kelas dengannya. Nah lho, trus gimana?

Aku bakal pindah tempat duduk. Kalau perlu, yang tempatnya rada jauh dari bangku mereka. Dengan sendirinya, bakal jarang ngobrol kan?" tutur cewek asal SMPN 12 itu.

Sudah sering dengar peribahasa "lain ladang lain belalang"? Kali ini, si Det bikin baru. Lain rumah, lain halaman. Lain halaman, lain pula belalangnya. Loh, kok balik "lain belalang"? He he he. Ya udahlah, intinya pemikiran satu manusia dengan manusia lain pasti berbeda.

Beda dengan dua reponDet tadi, Ivan Sumampou, pelajar SMP Angelus Custos II berkoar tegas kalau dia bakal ngomong langsung ke dua sahabatnya jika ternyata bosan. "Kalau curhat ke orang lain, akhir-akhirnya sahabatku pasti denger dan dengan versi yang salah pula. Kan bahaya!" jelasnya. Oke, sekarang si Det tanya, kalau kamu pilih cara yang mana?

Arti Sahabat Sudah Bergeser

Psikolog Josephine M.J. Ratna MPsi mengatakan pengertian dari kata sahabat saat ini adalah teman dalam menjalankan minat. Bukan lagi orang lain yang selalu bersama kita dalam semua aktivitas dan berbagi semua rahasia.

"Itulah sebabnya, kita jadi bisa punya banyak sahabat. Misalnya begini, kita melakukan minat X dengan A. Kemudian, menjalani minat Y dengan sahabat B," katanya.

Dari pengertian di atas, bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa sebenarnya kita bukan bosan pada sahabat. Melainkan, kita tertarik pada minat lain yang tidak melibatkan sahabat tertentu di dalamnya.

"Akibatnya, kita seperti meninggalkan sahabat. Ada cara u ntuk mencegah hal tersebut. Yaitu, memperkenalkan, mengajak, atau melibatkan sahabat pada minat kita yang baru," katanya. ***(idps)

Sumber:
Jurnalnet.com, 2 Oktober 2007

Arti Sahabat Sudah Bergeser

Pengertian dari kata sahabat saat ini adalah teman dalam menjalankan minat. Bukan lagi orang lain yang selalu bersama kita dalam semua aktivitas dan berbagi semua rahasia. Itulah sebabnya, kita jadi bisa punya banyak sahabat. Misalnya begini, kita melakukan minat X dengan A. Kemudian, menjalani minat Y dengan sahabat B. Dari pengertian di atas, bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa sebenarnya kita bukan bosan pada sahabat. Melainkan, kita tertarik pada minat lain yang tidak melibatkan sahabat tertentu di dalamnya. Akibatnya, kita seperti meninggalkan sahabat. Ada cara untuk mencegah hal tersebut. Yaitu, memperkenalkan, mengajak, atau melibatkan sahabat pada minta kita yang baru. (hil)

Sumber:
Jawa Pos, Selasa 2 Oktober 2007

Monday, July 23, 2007

Ortu Jangan Terlalu Membebani Anak

Malang - Surya

Orangtua menjadi sorotan tajam dalam perkembangan perilaku siswa yang mulai beranjak remaja. Orangtua yang terlalu protekdif terhadap anak mereka justru akan membuat siswa kurang memahami diri mereka dan lebih mudah terpengaruh pergaulan yang menjurus kepada kenakalan remaja. Hal itu dibahas dalam seminar bertajuk "Tantangan Pendidikan ke Depan" di aula SMAK St. Albertus (Dempo) yang dihadiri pakar pendidikan ITS Surabaya, Drs. Kresnayana Yahya, MSc., dan psikolog, Dra. Josephine Ratna, M. Psych.

Menurut Kresnayana Yahya, mengekang pergaulan anak justru akan berdampak buruk terhaap perkembangan mental anak. "Jika anak dibiarkan berinteraksi dengan lingkungan, maka anak akan menemukan berbagai inspirasi sebagai sumber kreativitas dan kompetensi siswa," papar pakar statistik ini, Sabtu (21/7).

Menurutnya, membebani anak dengan berbagai target mulai dari harus belajar serius hingga larangan menggunakan internet justru akan menciptakan anak yang lemah. Sementara saat ini persaingan dalam dunia pendidikan hingga dunia kerja makin ketat. "Beri mereka sedikit kepercayaan. Jika perlu bebaskan mereka menggunakan internet sebab di dalamnya terdapat banyak ilmu pengetahuan," paparnya.

Internet merupakan salah satu perkembangan teknologi yang tidak bisa dihindari dan semua masyarakat membutuhkannya jika mereka ingin maju. Cara melindungi siswa dari berbagai situs "aneh" adalah dengan memberikan pengertian yang benar tentang manfaat teknologi. "Yang namanya remaja selalu ingin mencoba segala hal itu wajar. Tapi beri mereka ketentuan rambu-rambu yang harus mereka patuhi," terangnya.

Hal yang sama juga diakui oleh psikolog, Josephine Ratna. Menurutnya, sikap over protektif justru akan membuat anak menjadikan WC sekolah sebagai "rumah kedua" mereka. Di dalam WC, katanya, mereka akan membaca buku yang tak seharusnya mereka ketahui. "Siswa akan encari jalan belakang, dan ironisnya lagi mereka justru didukung teman-temannya dalam melakukan berbagai tindakan yang merusak mental mereka," jelas Josephine dihadapan ratusan orangtua siswa Dempo.

Ditambahkan, orangtua harus menjadi teman yang akrab bagi anaknya, sehingga mampu mengontrol sang anak secara efektif, bukan malah mengekang anak. Jika perlu, beri mereka tanggung jawab yang akan membuat mereka berpikir lebih dewasa untuk melanggar aturan yang telah disepakati antara orangtua dan anak. "Peranan dan kedekatan emosional dengan anak justru akan sangat membantu siswa dalam melalui masa transisi (remaja - red) mereka dengan baik," tandasnya. (st11)

Sumber:
Harian Surya, Senin 23 Juli 2007

Monday, July 2, 2007

Korban Tak Bisa Dipaksa

PPP Menilai Penanganan Lapindo sebagai Bukti Kegagalan Pemerintah

SIDOARJO, KOMPAS - Pemerintah tidak bisa memaksa seluruh korban lumpur Lapindo Brantas Inc menerima skema ganti rugi tanah dan bangunan yang sama. Sebab, setiap korban memiliki perhitungan masing-masing yang layak diperhatikan.

Demikian pendapat Ketua Ikatan Psikologi Klinis Surabaya Josephine MJ Ratna dan sosiolog dari Universitas Airlangga Musta’in yang dihubungi terpisah, Minggu (1/7), berkait perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lewat Bupati Sidoarjo agar para pengungsi korban lumpur meninggalkan Pasar Baru Porong dan menerima skema ganti rugi.

"Jika ada yang menuntut hal yang berbeda, mereka tidak boleh dikatakan tidak setia kawan dengan yang lainnya. Mereka tentunya memiliki pertimbangan yang bisa dipakai untuk melanjutkan hidupnya," kata Josephin.

Para pengungsi di Pasar Baru Porong, katanya, kebanyakan dari Desa Renokenongo. Mereka pasti sudah memikirkan akibatnya kalau menerima skema ganti rugi dari Lapindo dan mengambil uang kontrakan dua tahun.

Uang muka ganti rugi 20 persen tak akan cukup untuk membeli rumah baru. Selain itu, dengan menerima uang kontrakan, hidup mereka tak akan terjamin. "Rumah kontrakan akan jauh dari tempat bekerja dan anak-anak sekolah. Kalau mengontrak, juga akan ada uang untuk listrik atau air. Padahal, beberapa dari mereka pekerjaannya sudah hilang, ikut terendam lumpur. Kalau di pasar mereka mendapatkan makanan atau air gratis," katanya.

Sementara itu, 50 pengungsi di Pasar Porong, kemarin, berangkat ke Jakarta untuk bergabung dengan korban lumpur dari Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera 1 yang sudah berada di Jakarta sejak Senin pekan lalu.

Sumber:
Kompas.Com, Kamis, 2 Juli 2007

Tuesday, June 5, 2007

Tips Memanfaatkan Masa Liburan

Jika dihitung secara kasar, jumlah hari libur di tahun 2007 ini sebanyak 71 hari libur :

• 13 hari libur nasional

• 6 hari cuti bersama (karena terdapat hari yang terjepit di antara hari libur dan akhir pekan)

• 52 hari Minggu

Bagi orangtua yang bekerja, maka 71 hari libur tersebut masih ditambah cuti bekerja sebanyak 12-15 hari kerja. Dari 71-86 hari libur tersebut sudahkah kita memanfaatkan sebaik-baiknya dan menyeimbangkan kebutuhan diri sendiri, anak-anak, bersama pasangan dan keluarga?

Melakukan kegiatan pada saat libur atau cuti pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan relasi yang positif antar anggota keluarga, mengatasi kebosanan dan rutinitas, memberikan energi dan emosi yang positif serta memberi kesegaran baru untuk menghadapi hari-hari selanjutnya. Semoga tips singkat di bawah ini dapat berguna :

MEMANFAATKAN LIBURAN / CUTI UNTUK DIRI SENDIRI

1. Memanjakan diri sendiri, dengan tujuan untuk memberi kesempatan diri sendiri menikmati perawatan dan mengembalikan vitalitas fisik dan mental. Biasanya kegiatan seperti berolahraga, spa / pijat / refleksi, salon, manicure, pedicure, relaksasi, perawatan wajah dan tubuh. Pada kategori ini termasuk melakukan pemeriksaan kesehatan bila dianggap perlu.

2. Melakukan hobi yang lama tidak tersentuh, dengan tujuan mengembalikan dan menjalankan minat, dan akhirnya menimbulkan emosi yang positif karena melakukan hal-hal yang disukai.

3. Melakukan sesuatu tanpa tujuan yang terencana – mengalir saja, misalnya sekedar menghabiskan waktu berjalan-jalan ke tempat yang tidak pernah dikunjungi

MEMANFAATKAN LIBURAN / CUTI BERSAMA PASANGAN

1. Melakukan refreshing berdua dengan pergi ke tempat yang romantis, saling memberikan kejutan yang menyenangkan, dll

2. Mengevaluasi rencana yang berkaitan dengan pekerjaan dan keputusan rumah tangga (misalnya investasi, pindah pekerjaan, mulai usaha baru, pindah rumah, masalah anak-anak, dll)

3. Memperkuat komitmen bersama dalam banyak hal

MEMANFAATKAN LIBURAN / CUTI UNTUK KEPENTINGAN KELUARGA

1. Mengajak semua anggota keluarga bertandang dan berkunjung ke rumah keluarga yang berada di lain kota dengan tujuan untuk mempererat tali kekeluargaan dan memperkenalkan anak pada silsilah keluarganya

2. Mengumpulkan foto keluarga dan membuat album keluarga tahunan

3. Membuat foto keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar

4. Mengijinkan anak untuk tinggal bersama anggota keluarga lain untuk mengenal kebiasaan dan aturan keluarga yang berlaku di tempat lain

MEMANFAATKAN LIBURAN / CUTI BERSAMA ANAK-ANAK

1. Mengevaluasi kembali kegiatan anak-anak dan menyeimbangkan antara kebutuhan sekolah, kebutuhan masing masing anak dan upaya untuk mengarahkan anak menurut bakat, minat dan tahap perkembangannya. Misalnya : mengevaluasi apakah anak perlu tambahan pelajaran, ingin mengikuti kegiatan luar sekolah untuk menunjang bakat dan minatnya atau memilih tempat kursus yang sesuai dengan kemampuan financial, kecocokan guru dan pertimbangan lain

2. Mengajak anak melakukan kegiatan yang/jarang bisa dilakukan dalam masa sekolah misalnya :

• pergi bersama ke tempat rekreasi / pariwisata baru (anak dapat diajak untuk mengambil keputusan bersama) selama beberapa hari

• mengunjungi tempat pariwisata ilmiah misalnya museum, pusat sains, tempat bersejarah dan mendampingi anak belajar tentang apa yang dilihatnya

• melakukan kegiatan rohani seperti retret, mengunjungi tempat-tempat rohani di luar kota dan memberikan pendampingan/siraman rohani yang dibutuhkan anak

3. Mengembangkan ide kreatif bersama anak untuk melakukan kegiatan di rumah misalnya :

• camping di halaman dan melakukan kegiatan dalam tenda

• memasak bersama dan menyiapkan segalanya secara terencana (mulai dari berbelanja kebutuhan masak, dll)

• mengubah lay out rumah dan fungsi rumah (kamar tidur anak dibenahi dan anak dilibatkan untuk merancang dan mengatur kamar masing-masing, mengecat ulang tembok bersama-sama)

• memanfaatkan barang bekas di rumah untuk dijadikan benda yang bisa digunakan kembali (mobil/boneka mainan anak dikumpulkan dan bagian-bagian yang hilang atau rusak diperbaiki)

• melakukan klipping dari koran dan majalah tentang topik yang diminati masing-masing misalnya anak laki-laki suka mengumpulkan berita otomotif; anak perempuan menyukai berita pernak-pernik; ibu mengumpulkan resep masakan; ayah mengumpulkan berita tentang kurs mata uang, dll. Anggota keluarga bersama-sama membantu mengumpulkan artikel yang dicari anggota keluarga lainnya.

• filateli – mengumpulkan perangko bekas

4. Berolahraga bersama anak misalnya naik sepeda, lari / jalan pagi, renang, naik gunung (bila umur anak cukup), main catur, bulutangkis, tennis, tennis meja, billiard, aerobic, go kart indoor, basket, ikut rally mobil bersama keluarga dll

5. Bermain musik bersama atau menemani anak menikmati/melakukan kegiatan musikal misalnya : mengantar anak les musik, karaoke, menonton film musikal, mengajak anak menonton pertunjukkan musical

6. Melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kesenian untuk mengajak anak belajar melakukan apresiasi terhadap seni misalnya melihat pertunjukan seni (lukis, patung, hasil karya), melihat pameran foto, belajar menggambar, dll.

7. Bertukar kegiatan, misalnya anak melakukan pekerjaan yang dilakukan ibu (anak menyiapkan masakan dibantu pengasuh misalnya), ibu melakukan pekerjaan yang dilakukan ayah (misalnya mencuci mobil), ayah melakukan pekerjaan yang dilakukan anak (misalnya menggambar). Dari bertukar kegiatan ini diharapkan semua anggota keluarga bisa lebih dekat dan saling membantu anggota keluarga lain menyelesaikan pekerjaan

8. Saling berkunjung ke rumah teman sebaya. Dorong anak untuk mau ditinggal dan bermain bersama teman sebayanya. Tentu saja orangtua sebaiknya merencanakan ini dengan orangtua yang lain sehingga anak menjadi lebih percaya diri dan belajar untuk mengaplikasikan sopan santun dan disiplin yang telah diajarkan di rumah.

9. Mengoptimalkan permainan dan buku yang ada di rumah. Ajak anak menyusun mainan dan buku agar menjadi teratur. Bisa saja anak diajak menyampul buku cerita yang ada. Orangtua dan anak bisa membaca buku yang ada atau membeli buku baru untuk dibaca selama liburan, kemudian saling menceritakan apa yang telah dibaca tentu saja dalam bahasa yang dipahami anak. Main kartu, monopoli, UNO, dan lain-lain akan mempererat kebersamaan.

10. Melakukan pemeriksaan kesehatan anak misalnya gizi, mata, gigi

11. Berkunjung ke rumah / kampung halaman pembantu / pengasuh atau supir dengan tujuan membina kedekatan anak dengan pengasuhnya dan agar anak dan pengasuh dapat semakin saling menghargai.

12. Melakukan kegiatan sosial atau mengajak anak memahami kehidupan sosial di sekitarnya. Terkadang karena kesibukan keseharian, kita bahkan tidak mengenal siapa saja yang tinggal di sekitar kita dan apa saja yang ada di dekat tempat tinggal kita. Saat liburan, sangat ideal bila hal-hal ini :

• Berkenalan dengan tetangga, memperhatikan apa yang terjadi di sekitar dan mendiskusikan dengan anak tentang apa yang dilihat. Misalnya melihat tetangga yang tidak seberuntung kita, maka anak diajarkan untuk bersyukur atas apa yang sudah dimiliki

• Mengunjungi panti asuhan untuk bermain bersama anak-anak yang kurang beruntung.

Upayakan agar dalam masa libur anak tetap didorong untuk bersosialisasi dan bukan menikmati libur sendirian (misalnya menonton TV, DVD atau bermain Play Station / Game Boy / Nintendo seharian), karena justru jika anak terbiasa hanya melakukan kegiatan sendirian dan berhadapan dengan alat (computer, game boy, PS) hal ini akan membuatnya canggung ketika harus mulai sekolah kembali dan bertemu teman dan guru di sekolah. Selain itu kegiatan ini menyebabkan anak lebih banyak mengkonsumsi makanan tidak sehat (junk food) dan kurang disiplin untuk melakukan kegiatan rutin lainnya (mandi, makan, tidur,dll) dengan alasan “permainan masih seru”. Orangtua yang tidak tegas justru akan menyebabkan anak berperilaku salah, melawan dan menimbulkan relasi yang kurang sehat. Orangtua perlu menyiapkan alternatif kegiatan yang menyenangkan.

Liburan yang istimewa adalah liburan yang direncanakan dengan baik dan disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan finansial dan waktu yang dimiliki. MANFAATKAN LIBURAN UNTUK MEMPERKUAT RELASI.



*Komite Sekolah SD Bunga Bangsa Surabaya mengucapkan SELAMAT MENIKMATI LIBURAN JUNI-JULI 2007 dan SELAMAT ATAS PRESTASI ANAK-ANAK (Josephine, Cecilia, Karlina, Wulan).