Tuesday, November 6, 2007

Problematika dan Solusi Kualitas Pendidikan

Oleh: Josephine M.J.Ratna, M.Psych

Memperoleh pendidikan adalah hak setiap orang. Mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan adalah permasalahan yang dihadapi semua orang, sehingga pemilihan institusi yang tepat menjadi kuncinya. Di sisi lain, institusi pendidikan menyadari kebutuhan tersebut dan dengan memadukan unsur pendidikan, bisnis, sosial dan aspek lain, muncullah berbagai kategori yang terkadang ada setelah berdirinya suatu lembaga, dan bukan sebaliknya.

Institusi pendidikan dikelompokkan berdasarkan:

1. Pengkategorian berdasarkan kurikulum dan fasilitas :

- Sekolah Internasional – kurikulum asing / IB

- Sekolah Nasional plus

- Sekolah Bertaraf Internasional

- Sekolah Nasional Bertaraf Internasional

- Sesuai kategori di atas (plus asrama)

2. Pengkategorian berdasarkan sumber dana dan pengelolaan :

- Sekolah Negeri

- Sekolah Swasta

- Sekolah berbasis agama

3. Pengkategorian berdasarkan kebutuhan khusus :

- Sekolah Umum (dan Kejuruan)

- Sekolah Luar Biasa

- Sekolah Khusus : Lambat belajar, autis, berbakat

- Home schooling

4. Pengkategorian berdasarkan kelompok usia

- Sekolah Bayi

- Playgroup

- TK, SD, SMP, SMA

Pengkategorian di atas membawa konsekuensi pentingnya sumber daya manusia pengelola dan pelaksana pendidikan yang memiliki dedikasi kuat untuk mengembangkan model yang memihak pada kebutuhan calon siswa. Pada kenyataannya, kompetisi institusi pendidikan lebih mengarah pada fasilitas yang ada (tetapi SDM yang belum berpengalaman, sehingga kurikulum yang baik tidak berjalan sesuai yang diharapkan), atau mengandalkan guru yang berpengalaman namun sistem/model pendidikan yang kurang mengakomodasi perkembangan teknologi yang ada, atau mengandalkan kurikulum asing dengan tenaga pengajar asing, fasilitas mewah dan kurikulum yang ’menggiurkan’, tetapi harus ditebus dengan harga yang melangit.

Memang kategori di atas memberikan pilihan bagi penguna (baca = orangtua dan siswa), namun tak kalah pentingnya adalah adanya berbagai upaya untuk memberikan nilai tambah agar institusi pendidikan tidak hanya mengedepankan janji mencetak lulusan berkualitas akademis dan berketrampilan/berkarakter istimewa, tetapi memungkinkan perkembangan dan pemantapan individual dari pengelola dan pelaksana pendidikan sendiri. Bagaimanapun juga perlu disadari bahwa tangan pengelola, pemikir dan pelaksana pendidikanlah yang menjadi tumpuan utama perubahan, apapun macam kategori institusi pendidikan yang ada. Mungkinkah ada pendidikan berkualitas yang diperoleh dari institusi pendidikan yang murah? Jika mungkin, mengapa tidak diupayakan ? Mungkinkah institusi pendidikan memiliki tenaga pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga mengajarkan kehidupan ?

Pendidikan yang menghasilkan generasi berkualitas tidak dipungkiri. Banyak lulusan yang dibekali begitu banyak ketrampilan dasar dan pelatihan yang disediakan untuk menunjang keberhasilan mereka di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Menjamurnya berbagai macam kursus dan pelatihan luar sekolah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seseorang untuk menimba lebih banyak dari yang didapatkannya di sekolah. Sementara siswa meraup banyak ketrampilan di luar sekolah, guru justru masih harus berjuang untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Suatu situasi dilematis yang tak kunjung berakhir dan melegitimasi bahwa perkembangan pengetahuan guru tidak sebanding dengan pesat dan luasnya pengetahuan yang ada sehingga memang guru bukanlah yang paling tahu. Di sisi lain, kesadaran hal ini justru meninabobokan guru untuk berlindung dari keharusan mengembangkan diri di luar sekolah.... tidak ada waktu. Akibatnya pengembangan guru menjadi permasalahan tersendiri bahkan sangat sukar bagi manajemen pendidikan untuk memotivasi guru untuk bersedia meluangkan waktu demi upaya pengembangan diri.

Dilematis memang... tetapi ini kenyataannya. Belum lagi bila pemerintah memberlakukan sistem penilaian dan pengkategorian tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perencanaan sekolah secara keseluruhan. Lalu kepada siapa institusi pendidikan berpihak ? Pemerintah ? Yayasan ? Manajemen sekolah ? Guru ? Orangtua ? Murid ? Masyarakat luas ? Semestinya memang keberpihakan tidak dipandang dari satu arah saja, melainkan suatu saling ketergantungan sehingga diharapkan semua pihak akan berkembang. Sayangnya proses perkembangan masih juga harus berhadapan dengan kebijakan yang berubah-ubah sehingga saat manajemen pendidikan belum tuntas menyelesaikan suatu permasalahan sudah dihadapkan pada permasalahan baru akibat perubahan kebijakan. Dan hal ini adalah proses pembelajaran lain pula yang menurunkan model sikap dan perilaku ’perencanaan jangka pendek’ dan bukan pemikiran jangka panjang yang mengedepankan upaya preventif.

Disamping menyorot pada problematika yang dihadapi oleh manajemen pendidikan, permasalahan yang berhubungan dengan anak didik (plus orangtua) di jaman sekarang sungguh memprihatinkan. Semestinya dengan kecanggihan penyusunan kurikulum diikuti dengan fasilitas yang lebih baik, permasalahan yang dialami siswa sepatutnya tidak mengkuatirkan.

Di era perkembangan teknologi dan kompetisi yang sedemikian pesat, berikut ini adalah permasalahan yang kerap muncul :

- Hurried Child Syndrome (HCS) – Sindroma ’Anak Karbitan’

- Addictions : Internet, game, drug, shopping, sms

- Free sex – premarital sex – teenage pregnancy

- Eating disorders

- ‘Electronic baby sitters’ – PS, Game boy, MP3, TV (plus DVD, VCD), PC games, dll

- Mental weakness : depresi, cemas, mudah menyerah/putus asa, bunuh diri

- Peer pressure : membentuk kelompok tanpa tujuan jelas (tidak produktif)

- Kompleksitas masalah keluarga yang mempengaruhi anak : perkawinan (kawin cerai, single parent), pengasuhan non-parental (baby sitter, kakek-nenek, asrama, child care), kedua orangtua bekerja (quality time, modelling, kontol kurang, pemenuhan materi berlebih)

- Masalah religiusitas

- Dan lain-lain

Dengan memandang hal-hal di atas, kualitas pendidikan akan sangat bergantung pada SDMnya, baik yang duduk pada tatanan pembuat kebijakan, pemberi dana, pengelola (manajemen) pendidikan, guru, orangtua, siswa dan masyarakat lain. Sangat disarankan bahwa solusi atas permasalahan pendidikan tidak hanya dibebankan pada pengelola pendidikan saja, tetapi menjadi tanggungjawab semua pihak, artinya sungguh dari setiap kita. Ibaratnya jika kita memang mampu memberikan 1 menit dari waktu yang kita miliki atau Rp. 100 dari uang yang kita miliki atau 1 meter persegi dari ruang yang ada atau 1 buku dari koleksi kita untuk pendidikan...... berikanlah dengan tulus .... BUKAN menggunakannya untuk mengecam, menyudutkan, dan bahkan mematikan pendidikan.

Can we make a difference, even only for one ? Yes, we can………… though we need more time and most importantly we need to involve our heart in making a single decision to change our attitude, ways of thinking and what we believe to see more positive changes happening all the way……

Dapatkah kita membuat perubahan/perbedaan, bahkan hanya satu hal kecil saja ? Ya, kita bisa..... walaupun untuk itu kita butuh waktu dan paling penting dibutuhkan hati yang tulus untuk mengambil suatu keputusan untuk mengubah sikap, cara berpikir dan apa yang saat ini kita yakini untuk melihat lebih banyak perubahan positif terjadi sepanjang perjalanan ........

Saturday, November 3, 2007

Antara Harga Diri dan Gosip - Gengsi, Malu Kalau Diputusin

Belajar Mengambil Keputusan

Keputusan dibuat supaya kita tidak menyesal di kemudian hari. Dalam pacaran, putus adalah proses remaja menerima konsekuensi dari keputusannya. Kalau memang tidak cocok setelah dikaji dari positif dan negatifnya hubungan tersebut, ya kenapa tidak putus. Masalah sakit hati memang harus kita pertimbangkan. Tapi, berani berkata tidak harus dilakukan kalau memang tidak mau. Namun, jangan serta-merta jadi sembarangan mengakhiri hubungan. Sebelum putus, ada baiknya minta pendapat orang lain. Apakah tindakan ini dilakukan karena egois. Semestinya, pasangan saling menghargai perasaan satu sama lain. (puz)

Sumber:
Deteksi Jawa Pos, Sabtu 3 November 2007