Tuesday, October 30, 2007

Terobsesi Langsing? Awal Gangguan Makan

Disadari atau tidak, gangguan makan seringkali diderita oleh wanita. Seperti apa sih gangguan makan yang kerap terjadi?

Wanita mana sih yang tidak ingin memiliki tubuh langsing? Pasti semua wanita menginginkannya. Buktinya, demi mendapatkan tubuh langsing, wanita rela menempuh berbagai cara, mulai yang wajar sampai tidak wajar. Cara wajar untuk mendapatkan tubuh langsing antara lain dengan mengatur pola makan dan olahraga secara rutin. 
Sedang cara tidak wajar untuk mendapatkan tubuh langsing misalnya, dengan menahan lapar dan memuntahkan kembali makanan yang sudah dimakan. “Cara yang tidak wajar itu sama dengan eating disorder atau gangguan makan,” ujar Josephine M.J. Ratna, M. Psych. 
Ditambahkan Cilinical and Health Psychologist RS Surabaya Internasional itu, ada beberapa jenis gangguan makan, yang mungkin terjadi akibat seseorang terobsesi untuk menjadi langsing. Gangguan makan itu adalah anorexia nervosa dan bulimia nervosa. 
Kedua gangguan itu pada dasarnya mempunya tujuan sama, yaitu untuk menguruskan badan. “Gangguan itu biasanya muncul ketika seseorang memasuki usia puber. Jarang terjadi pada anak-anak. Kalaupun ada, mungkin hanya ‘bibitnya’ saja,” ujar Josephine.

Berbahaya
Gangguan makan seperti apa anorexia nervosa dan bulimia nervosa itu sebenarnya? Berikut penjelasan Josephine:

Anorexia Nervosa
Anorexia Nervosa atau biasa disebut anoreksia saja adalah gangguan makan untuk membuat badan kurus, dengan cara membatasi makanan secara sengaja dan mengontrolnya sangat ketat. ”Jadi, penderitanya benar-benar menghindari aktivitas makan,” tukas Josephine. 
Padahal penderita anoreksia sebenarnya sadar bahwa mereka kelaparan. Tapi, karena takut berat badannya bertambah, mereka tetap memaksakan diri menahan rasa lapar tersebut.
Selain itu, persepsi terhadap rasa kenyang mengalami gangguan, sehingga ketika mereka mengkonsumsi makanan dalam porsi kecil pun mereka akan merasa sangat kenyang. Bahkan mual!

Dan, kebanyakan, ketika mereka terpaksa makan akibat terlalu lapar, mereka akan merasa sangat bersalah, walau yang dimakan hanya sedikit. Kalau sudah berlebih mereka bahkan memuntahkan kembali makanannya. 

“Nah, daripada harus merasa bersalah, mereka lebih memilih untuk mati-matian berdiet demi memiliki tubuh yang kurus. 

Tak heran bila tubuh penderita anoreksia rata-rata berat badannya 15 persen kurang dari berat badan normal. Meski sudah begitu kurus, mereka masih tetap merasa dirinya gemuk,” papar Josephine. 

Tanda seseorang menderita anoreksia sendiri, menurut ibu dua anak itu, bisa diketahui secara khas. Yaitu, minimal tidak mengalami menstruasi selama tiga bulan. Hal itu terjadi karena dalam tubuhnya tidak ada nutrisi yang cukup, sehingga aktivitas hormon terganggu. 

Yang lebih mengkhawatirkan, perilaku anoreksia ini bisa berdampak fatal, karena menahan laparnya dilakukan mati-matian, hingga lebih kea rah bunuh diri. “Tanpa makanan dengan gizi cukup, tentu tubuh dan organ-organ di dalamnya tidak akan mampu bekerja dengan baik,” tandas Josephine.

Bulimia
Kalau penderita anoreksia mati-matian menahan lapar dan berusaha untuk tidak makan atau hanya makan dua-tiga sendok nasi saja per hari, penderita bulimia lebih cenderung ke binge. Artinya, penderita bulimia makan dalam jumlah banyak atau berlebihan. 

Apalagi bila itu makanan favoritnya, bisa-bisa sulit dihentikan. “Padahal, belum tentu mereka menikmati makannya. Mereka cuma ingin mengunyah saja, ngga lapar pun ingin binge,” jelas Josephine. 

Namun, mereka makan berlbihan hanya untuk memuaskan keinginan. Sebab, makanan itu akan dkeluarkan kembali, hingga tak ada yang tersisa. Dalam persepsi mereka, dengan cara seperti itu mereka tetap kurus, tanpa perlu menahan keinginannya untuk makan. 

Untuk mengeluarkan kembali makanan yang sudah masuk, para penderita bulimia bisa melakukan dengan beberapa cara. Misalnya, memuntahkan makanan yang sudah ditelannya dengan memasukkan jari tangan, sedotan, sikat gigi, dan sebagainya. 

“Kalau nggak begitu ya dengan berpuasa selama dua puluh empat jam, tanpa makan dan minum, mengkonsumsi pil pelangsing dan obat laksatif atau diare,” ujarnya.

Selain itu, mereka juga melakukan olahraga secara berlebihan, melebihi batas normal orang biasa melakukannya. Disbanding penderita anoreksia, berat badan penderita bulimia biasanya normal atau sebelumnya memang obesitas.

Bahkan, kata Josephine, sebuah penelitian menyebutkan, 40 persen mereka yang obesitas adalah penganut gaya makan binge. Dan, cirri utama para penderita bulimia adalah memiliki kebiasaan binge dan muntah berkali-kali. 

Seperti halnya anoreksia, bulimia juga bisa membahayakan penderita.

Tak Segera Diterapi, Bisa Infertil
Gangguan anoreksia atau bulimia harus segera diatasi agar tidak berdampak buruk. Bukan hanya secara fisik, tapi juga psikologik. 

Secara fisik, penderita anoreksia atau bulimia bisa mengalami kurang gizi, mudah sakit, bahkan infertile! Sebab, “Nutrisi yang masuk ke dalam tubuh tidak mencukupi, sehingga hormon-hormon dalam tubuh tidak bisa bekerja dengan baik. Apalagi, bila penderita mengkonsumsi pil-pil yang tak jelas,” tandas Josephine. 

Sedang secara psikologis, penderita gangguan makan bisa menjadi stress, menjadi prefeksionis dengan penampilannya, sering berbohong pada orang-orang di sekitar, dan sebagainya. “Bisa juga terkait antara fisik dan psikologis. Misalnya, kalau fisik sudah terlalu lemas, maka prestasi kerjanya bisa menurun drastic,” ujarnya.

Karena itu, bila tanda-tanda gangguan makan sudah muncul, Josephine mengingatkan agar segera dilakukan terapi dengan baik. Dengan begitu, waktu yang dibutuhkan untuk menyembuhkan tidak terlalu lama. Berikut terapi yang bisa dilakukan untuk mengatasi anoreksia atau bulimia:

·         Terapi Nutrisi
Dilakukan untuk mengatur jadwal makan, memberikan penjelasan mengenai tujuan terapi nutrisi, pentingnya diet sehat dan akibat buruk dari pola makan yang salah terhadap kesehatan. Terapi ini bisa dilakukan oleh dokter.

·         Konseling
Terapi ini untuk membantu pasien yang depresi, terganggu emosional, atau adanya faktor sosial sehingga mendorong terjadinya gangguan makan. Tujuannya agar pasien mengeluarkan perasaannya, unek-unek dan akan membantu penderita menghadapi perubahan hidup dan memperkuat rasa percaya diri.

·         Psikoterapi
Biasanya ini dilakukan oleh psikolog, yakni dengan terapi kognitif. Di mana pasien diubah persepsi dan cara berpikirnya, dari persepsi yang salah mengenai tubuhnya sampai menjadi lebih obyektif, dan menghilangkan sikap dan rekasi yang salah terhadap makanan.

·         Pengobatan
Untuk terapi obat, dokterlah yang berhak memberikannya. Penderita bisa diberi obat seperti antidepresan bersama dengan pngobatan psikoterapi.

·         Dukungan
Karena pengaruh lingkungan sosial sangat besar, maka dukungan dan perhatian dari orang-orang di lingkungan sekitar akan sangat berharga bagi pasien. (bianda)

Sumber:
Tabloid Cantiq – edisi 14, II Oktober 2007.

No comments:

Post a Comment