Monday, June 30, 2008

Pelupa dan Perhatian Mudah teralih? Waspadai ADD!


Attention Deficit Disoder (ADD) atau gangguan pemusatan perhatian, ternyata tidak hanya dialami anak-anak. Tapi, orang dewasa pun bisa mengalaminya. Apa tanda-tandanya?

Selama ini Attention Deficit Disoder (ADD) atau gangguan pemusatan perhatian sering dianggap hanya bisa terjadi pada anak-anak. Faktanya, orang dewasa pun bisa terserang gangguan tersebut.

Hal itu juga dibenarkan oleh Josephine M. J. Ratna, M. Psych. Hanya saja, menurut staf medis di RS Surabaya Internsional itu, ADD pada orang dewasa sebenarnya merupakan gejala sisa dari gangguan semasa kecilnya. 

“Atau, bisa juga karena saat kecil gangguan ADD-nya tidak terdeteksi. Sehingga, ketika dewasa gejala tersebut tampak semakin jelas,” ujar Josephine. 

Artinya, ADD memang berproses sejak masa anak-anak hingga dewasa. ADD yang ‘tersisa’, atau muncul kembali ketika dewasa itu, mengindikasikan bahwa penanganan yang sudah dilakukan sejak terdeteksi itu belum sempurna. 

“Sebab, pada umumnya ADD berkurang, bahkan hilang seiring dengan perkembangan kognitif seseorang,” ungkap Josephine.

Gejala
Hingga kini, belum diketahui secara pasti penyebab ADD. Namun, ada bukti yang menyebutkan bahwa faktor biologis, genetis, dan lingkungan ikut berperan. 

Pada faktor biologis, ada dua neurotransmitter di otak yang terganggu, yakni yang memproduksi dopamine dan norepinefrin. Dopamine merupakan zat yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan sosial, serta mengontrol aktivitas fisik. Sementara norepinefrin terkait dengan konsentrasi, memusatkan perhatian, dan perasaan. 

Faktor genetis tentu saja terkait dengan keturunan. Sehingga, apabila orangtua mengalami ADD, kemungkinan besar anaknya pun akan begitu. Dan, faktor lingkungan ini lebih besar pada karakter pola asuh dalam keluarga. 

Nah, untuk mengetahui apakah seseorang mengidap ADD atau tidak, salah satunya bisa Anda lakukan dengan memperhatikan gejala berikut ini:

·         Perhatian Mudah Teralih
Orang yang ADD, perhatiannya akan mudah teralih. Misalnya, ia sedang mengerjakan tugas A, belum selesai dengan tugas A, ia sudah mengerjakan tugas B.
“Atau, kalau lagi kumpul bersama teman, bisa jadi ia sibuk sendiri dengan handphone, sementara yang lain ngobrol,” kata Josephine. 

·         Lamban Berpikir
Seseorang yang ADD cenderung lamban dalam berpikir. Ia akan kesulitan mencerna informs dari orang lain, sehingga sulit baginya untuk menjalankan suatu perintah yang agak rumit. 

·         Mudah Lupa
Akibat kemampuannya yang kurang dalam mencerna informasi panjang atau detil, orang ADD jadi mudah lupa. “Ia suka lupa meletakkan barang dan marah kalau tidak ketemu,” ujarnya.

·         Sering Keliru
Ketidakmampuannya menyerap informasi dengan jelas, membuat orang yang ADD sering keliru menafsirkan sebuah perintah atau kata-kata dari orang lain. “Kadang, meskipun sesuatu sudah dilakukan secara rutin, orang ADD ttap lupa,” tukasnya. 

·         Sering Bertanya
Di antara rekan-rekan kerjanya yang lain, mereka yang menderita ADD menonjol karena sering bertanya. “Ketika rapat atau briefing, orang ADD akan sering bertanya karena kelambatannya mencerna informasi. Ia sering dikira telmi atau telat mikir, paahal bukan begitu. Karena memang ada yang ‘salah’ di otaknya, terkait dengan pemrosesan informasi,”
imbuh Josephine. 

·         Lainnya
Sebenarnya, masih banyak gejala yang bisa menggambarkan ADD. Gejala lainnya meliputi, suka interupsi, tak mau antri, mudah bosan dan gelisah, kreatif, intuitif, dan sebagainya.

Cara Mengatasi
Meskipun ada gejala yang mengarah pada terjadinya ADD, pengakan diagnosa secara medis tetap diperlukan. “Lakukan pemeriksaan langsung pada psikiater atau psikolog klinis yang praktik di rumah sakit,” ungkap Josephine. 

Penegakan diagnosa itu penting, apalagi jika gangguan pemusatan perhatian ini sampai berimbas pada diri sendiri maupun orang di sekitarnya. “Dengan diagnosa yang tepat, tentu bisa dilakukan terapi yang tepat pula,” imbuhnya. Berikut ini beberapa hal yang biasanya digunakan untuk terapi ADD:


1.    Obat
Pada mereka yang level ADD-nya cukup parah (sampai menghambat seseorang secara sosial, edukasi, dan emosional, red), dokter biasanya member obat sebagai salah satu bentuk terapi. “Tentu dengan resep khusus, tidak bisa ditebus sendiri,” ujar Josephine. Obat yang diberikan, yaitu dari golongan psikostimulan. Salah satunya adalah methylphenidate yang bekerja dengan meningkatkan pelepasan dopamine dan noradrenalin di dalam otak.

2.    Manajemen Diri
Hal yang paling mudah untuk mengurangi gejala ADD atau membantu proses terapi adalah dengan manajemen diri.
“Di sini sangat dibutuhkan kesadaran individu bahwa dirinya mengalami gangguan dan ada kemauan kuat untuk sembuh,” ungkap Josephine. Agar bisa memanage diri sendiri, yang dibutuhkan adalah:
o   Agenda
Ini merupakan sebuah ‘alat’ untuk membantunya mengingat detil sebuah pekerjaan. Selain itu, agenda juga berfungsi untuk mengatur jadwal aktivitas individu.
o   Pengingat
Pengingat atau reminder ini bisa dibuat sendiri. Misalnya, dengan memanfaatkan fitur di handphone. Fungsinya untuk mengantisipasi jika agenda hilang atau tertinggal.

3.    Bantuan Luar
Jika ada seseorang yang dapat dipercaya bisa membantu keluar dari masalah ADD, cobalah untuk memintanya bantuan.
Misalnya, kalau berada di rumah, minta suami untuk mengingatkan. Sementara kalau berada di kantor, mintalah bantuan pada sekretaris atau staf anda. (bianda)

Jangan Hanya Lihat Satu Gejala!
Josephine menegaskan bahwa penegakan diagnosa ADD pada wanita dewasa harus sangat berhati-hati. “Jangan asal melabel hanya karena melihat salah satu gejala saja, misalnya perhatian mudah beralih,” ujarnya. 

Bisa jadi gejala perhatian yang mudah beralih itu terjadi karena memang ‘kodrat’ wanita yang multitasking dalam kehidupan sehari-harinya. “Terlebih wanita zaman sekarang. Ia bisa berkarier sekaligus berumahtangga,” imbuhnya. 

Dan memang, seorang wanita dewasa itu bisa mengerjakan maupun memikirkan beberapa hal dalam satu waktu. Terkait dengan tugas kantor, misalnya ia seorang karyawati bagian administrasi, maka ia harus merekap data, melakukan inventarisasi, menerima telepon, dan sebagainya. Semua itu bisa dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Sebab, tidak mungkin ketika sedang menginventarisasi dan ada telepon bordering, ia tidak mengangkatnya. 

Begitu pula dengan seorang wanita yang sehari-harinya menjadi ibu rumah tangga. Selain mengurus anak, ia harus mencuci, memasak dan sebagainya. Dalam pemikiran seorang wanita, akan sulit jadinya jika mengerjakan sesuatu menunggu satu hal selesai. 

“Dalam pikiran mereka, kalau dilakukan bersamaan bisa lebih cepat, kenapa harus menunggu selesai satu-satu? Jadi, jika hanya mengalami perhatian mudah teralih, jangan keburu memvonis ADD,” tandasnya. (bianda)

Sumber:
Tabloid Cantiq – Edisi 50, IV Juni 2008

Saturday, June 21, 2008

No Money No Honey

Bikin yang Meaningful

Selain disesuaikan dengan kemampuan, bujet pedekate sebaiknya disesuaikan dengan kepribadian dan keadaan. Kalau sudah sering ketemu, berarti butuh mengajaknya pergi ke tempat baru, yang artinya butuh bujet lebih besar. Sedangkan kalau orang yang didekati justru speechless ketika ketemu, cari jalur komunikasi lain. Misalnya lewat telepon, SMS, atau e-mail. Dengan begitu, mungkin bujetnya bisa lebih murah. Tapi, yang paling penting bukan besar kecilnya bujet pedekate. Yang penting, bagaimana dengan bujet itu, pedekate bisa terasa meaningful, bermakna. Jadi, bujet itu tidak perlu berlebihan.

Sumber:
Deteksi Jawa Pos, Sabtu 21 Juni 2008