Wednesday, March 18, 2009

Wujud Psikologi Transpersonal


Sebenarnya, hubungan ortu dan anak terbentuk sejak anak dalam kandungan. Apa yang disebut bonding itu terus berkembang seiring dengan terus bertumbuhnya si anak di bawah asuhan mereka. Insting sebagai orang tua merupakan kemampuan dasar yang sifatnya given, tak bisa dipelajari. Dengan insting tersebut, orang tua bisa merasakan apa yang dirasakan sang anak. Menurut psikologi transpersonal, orang lain bakal merasakan jika kita memikirkan mereka, seperti ada energi yang tersampaikan. Ditambah lagi, kedekatan antara dua pribadi pasti membuat satu sama lain hafal terhadap karakter masing-masing. Karena intelligence spiritual yang lebih tinggi, orang tua lebih sering merasakan perubahan pada si anak. Perubahan itulah yang menjadi pertanda.


Josephine M.J. Ratna MPsi, Psikolog


Sumber:

Ingat-Ingat Pesan Mama

Wujud Psikologi Transpersonal

Sebenarnya, hubungan ortu dan anak terbentuk sejak anak dalam kandungan. Apa yang disebut bonding itu terus berkembang seiring dengan terus bertumbuhnya si anak di bawah asuhan mereka. Insting sebagai orangtua merupakan kemampuan dasar yang sifatnya given, tidak bisa dipelajari. Dengan insting tersebut, orangtua bisa merasakan apa yang dirasakan sang anak. Menurut psikologi transpersonal, orang lain bakal merasakan jika kita memikirkan mereka, seperti ada energi yang tersampaikan. Ditambah lagi, kedekatan antara dua pribadi pasti membuat satu sama lain hafal terhadap karakter masing-masing. Karena intelligence spiritual yang lebih tinggi, orangtua lebih sering merasakan perubahan pada si anak. Perubahan itulah yang menjadi pertanda.

Sumber:
Deteksi Jawa Pos, Rabu 18 Maret 2009

Sunday, March 1, 2009

Ponari Harus Sekolah

Diarahkan pada Bidang Biologi dan Kedokteran

FENOMENA Ponari melanda negeri ini dalam sebulan terakhir. Bocah kelahiran Jombang, 6 Juli 1999, itu menjadi harapan banyak orang untuk mendapatkan kesembuhan. Untung, praktik Ponari sudah dihentikan.

Menurut psikolog Josephine Ratna, kejadian yang ditakutkan adalah ketika harapan banyak orang itu tidak menjadi kenyataan. Malah, masyarakat men-judge kegagalannya. Misalkan, katanya, ada yang meninggal setelah pengobatan. Padahal, itu belum tentu kesalahan Ponari.
''Namun, sebagian masyarakat menganggap Ponari penyebabnya,'' kata psikolog klinik RS Surabaya Internasional itu.

Kegagalan tersebut, tambah Josephine, bakal masuk memori anak. Kondisi itu rawan mengganggu perkembangan jiwanya hingga dewasa. Tidak naik kelas yang merupakan kegagalan pribadi pun akan selalu membekas. Apalagi, kegagalan tersebut diketahui publik. ''Jadi, potensi trauma sangat besar,'' ucapnya.

Josephine menambahkan, pada masa anak-anak ada momentum si kecil ingin jadi pahlawan. Karena itu, tak sedikit anak mengidolakan para super hero yang sering ditayangkan televisi. ''Seperti, Batman, Superman, atau Spiderman,'' ungkapnya. Jadi, wajar untuk sementara Ponari masih terlihat bangga dengan tindakannya. Sebab, banyak orang yang memerhatikan dan mengelu-elukannya. ''Takutnya, kondisi itu dimanfaatkan orang-orang terdekat. Mereka bertujuan mengeksploitasi anak,'' jelasnya.

Eksploitasi adalah suatu tindakan sadar membuat seseorang berbuat yang tidak harus dilakukan untuk kepentingan sepihak. Dalam kasus Ponari, tutur Josephine, terlihat sangat dieksploitasi. Apalagi, hak-haknya sebagai anak banyak terenggut. ''Waktu bermain dan belajar sudah tidak ada. Bahkan, bersekolah pun tidak bisa,'' tutur lulusan Unair tersebut.

Padahal, jika tidak bersekolah sangat berbahaya. Si anak tidak mendapat kesempatan memperoleh ilmu. Yang ditakutkan, saat dewasa Ponari tidak memiliki kepandaian dan keterampilan untuk mandiri. ''Bukan tak mungkin kan, kemampuannya hilang menjelang dewasa,'' cetus Josephine.

Wanita berusia 41 tahun itu menyatakan, keluarga harus pandai-pandai mendukung dan mengarahkan anak agar dapat menggunakan kemampuan tersebut sebaik mungkin. Misalkan, cukup menganggap yang dimiliki anak adalah anugerah. Kemudian, si mungil diarahkan ke pendidikan yang berhubungan dengan biologi dan kedokteran. ''Kemudian, secara sadar si anak memiliki kemampuan lebih dan dapat mempertanggungjawabkan secara ilmiah,'' tandas Josephine. (dio/nda).

Sumber:
Jawa Pos, Minggu, 1 Maret 2009