Sunday, February 10, 2002

Ciptakan Variasi Dalam Hubungan Seksual

Dalam kehidupan rumah tangga, tidak jarang terjadi kejemuan dalam hubungan seksual. Dalam masalah ini suami lebih merasakan, sebab langsung mempengaruhi ereksi mereka. Sementara di pihak istri merasakan akibat kegagalan suami melakukan kewajibannya.
Keadaan seperti itu menyebabkan suami mudah sekali tergoda untuk melakukan penyelewengan, lebih-lebih mereka yang tidak mempunyai keteguhan hati. Mereka akan mencoba melakukan hubungan seks dengan wanita lain, untuk membuktikan kemampuan seksualnya yang terganggu dengan sang istri.
Apabila gangguan itu semata-mata karena kejemuan, maka hubungan seks dengan wanita lain akan selalu berlangsung dengan baik, atau paling tidak, lebih baik daripada dengan istrinya. Sementara di pihak istri, seringkali menimbulkan dugaan bahwa suami tidak bisa melaksanakan kewajibannya dengan baik karena telah melakukan hubungan seks dengan wanita lain.
Akibatnya, sudah bisa dibayangkan. Meski seks bukan satu-satunya kebutuhan dalam kehidupan rumah tangga, tetapi ini bukan masalah sepele. Kegagalan dalam hubungan seksual akan besar pengaruhnya dalam keharmonisan mereka. Baik suami maupun istri sama-sama berpotensi melakukan penyelewengan ataupun perselingkuhan, dan itu merupakan awal kehancuran rumah tangga.
Menurut Psikolog RS Mitra Keluarga, Josephine M. J. Ratna, kejemuan hubungan seksual bisa terjadi pada siapa saja. Bahkan boleh dibilang setiap pasangan suami istri pernah mengalami hal semacam itu. “Ini harus segera diatasi. Kalau dibiarkan berlarut-larut, bisa menghancurkan keharmonisan rumah tangga,” tandas Josephine.
Bagaimana mengatasinya? “Pertama, harus melakukan penyegaran, menciptakan suasana percintaan baru yang lebih harmonis, untuk menghilangkan suasana monoton yang membosankan,” kata mantan Pembantu Dekan I Fakultas Psikologi Universitas Widya Mandala Surabaya itu.

Inovasi Baru
Pada prinsipnya, upaya tersebut adalah menciptakan inovasi baru yang berpengaruh secara psikis dalam hubungan pribadi dengan istri. Ini bisa dilakukan antara lain dengan berlibur berdua ke suatu tempat romantis atau ke tempat yang memiliki kenangan indah bagi Anda berdua, mengubah suasana rumah, khususnya ruang tidur, melakukan variasi posisi dan rangsangan hubungan seksual, variasi dalam penampilan dan sebagainya.
Hal seperti ini benar-benar harus diterapkan dan dilakukan dengan sebaik-baiknya, terlebih lagi dengan penuh variasi. Misalnya, dengan berlibur akan membangun suasana baru yang secara psikis memberikan rangsangan seksual yang berbeda dan baru pula.
Suasana hari-hari yang ikut memberikan variasi rangsangan seksual fisik dan psikis saat mengubah suasana ruang tidur. Bau pewangi ruangan atau bau parfum yang digunakan di dalam ruang tidur juga harus bervariasi agar tidak selalu sama. Demikian juga dengan penampilan diri sehari-hari, baik pria maupun wanita.
Dalam hal perilaku seksual, rangsangan dan posisi hubungan seksual perlu variasi, jangan itu-itu saja seperti yang dilakukan selama ini. Memang, untuk melakukan variasi, baik dalam hal suasana maupun perilaku seksual tidak semudah yang diduga. Untuk itu, diperlukan komunikasi yang baik dengan pasangan. Ini penting, karena biasanya komunikasi akan mulai macet bila disangkutpautkan dengan masalah seksual. Ada kalanya satu pihak sudah siap, namun pihak lain masih mempunyai hambatan yang disebabkan faktor tertentu. Di sini perlunya keterbukaan dalam berkomunikasi.
“Yang tidak kalah pentingnya, saling mempelajari keinginan pasangan. Harus tahu apa yang diinginkan dan apa yang tidak disukai pasangan. Dan semua ini kuncinya adalah saling terbuka dalam komunikasi,” kata psikolog yang juga Manajer AEC (Australian Education Centre) Surabaya itu.
Selain kejemuan, faktor lain seperti usia dan penyakit juga menyebabkan timbulnya gangguan terhadap pasangan suami-istri yang sudah lama menikah. Karena itu, selain mengatasi kejemuan, sebaiknya kesehatan juga perlu dijaga bagi kedua belah pihak. Ini dimaksudkan agar kehidupan seksual dapat tetap terbina. Tetapi harus dipahami bahwa terjadinya kemunduran fungsi seksual seiring dengan bertambahnya usia tidak akan dapat dihindari. Untuk yang satu ini, diperlukan saling pengertian dan keterbukaan yang besar dari kedua pasangan.
Janganlah melihat seks sebagai suatu ungkapan fisik belaka. Jika dimungkinkan, tuntutan mental dan spiritual dalam pembahasan dan perilaku seks, maka ekspresi keindahan tersebut menjadi suatu ekspresi normal dari tubuh yang normal dan sehat. (lia)

Sumber:
Harian Surya, Minggu 10 Februari 2002

Sunday, February 3, 2002

Perginya Sepasang Sahabat Karib - Pakai Heroin Sebelum Bertindak Keji

Anak-Anak Mesti Diberdayakan

Mengomentari tragedi di Pasuruan ini, psikolog Josephine M. J. Ratna, M. Psych., menyatakan keprihatinannya. Kebetulan, ia mengikuti perkembangan kasus ini dari awal. Ia menduga, salah satu penyebab terjadinya kasus ini, dua pelaku adalah pemakai narkoba. "Ingat, efek dari pemakaian narkoba bisa bermacam-macam. Ada yang bisa membuat rendah diri, beringas, pembohong, dan sebagainya," papar konsultan dan dosen psikologi di Surabaya ini, Kamis (17/1).

Begitu kuatnya efek pemakai narkoba, kata Josephine, hingga meski pemakai sudah tiga tahun berhenti, dampak buruknya masih ada. "Jadi, jangan dikira sekarang berhenti, sebulan dua bulan tidak ada akibatnya," lanjutnya.

Soal begitu gampangnya para pelaku membunuh, Josephine menduga, semua itu tak lepas dari kecenderungan cara berpikir masyarakat sekarang. Masyarakat sekarang ini maunya menerapkan pola berpikir yang efektif dan efisien. Begitu juga dengan pelaku kejahatan. Dalam melanggar hukum pun dia menggunakan pola pikir seperti itu."

Josephine memerinci, "Saat pelaku ingin melenyapkan seseorang, mereka melakukan cara yang paling memungkinkan untuk menghalangi terungkapnya kejahatan mereka. Apapun caranya. Kalau perlu dengan membunuh. Sungguh mengerikan, memang."

Untuk menghadapi kejahatan seperti ini, yang paling mendesak, menurut Josephine adalah memberdayakan anak. Di antara cara yang bisa dilakukan, "Biasakan anak-anak untuk memberitahukan keberadaannya, mengajari anak berkata tidak, bila diajak seseorang yang belum kenal, atau menjerit bila diperlakukan tidak benar. Juga ada baiknya sedini mungkin anak belajar olahraga beladiri. Dengan begitu bisa membela diri bila diserang orang."

Kendati hanya anak-anak, Josephine mengingatkan, mereka bisa mencegah terjadinya kejahatan atas diri mereka bila orangtua memberi arahan tentang upaya-upaya pencegahan tadi. "Jangan remehkan anak kecil, lho. Biasanya orangtua kan suka begitu. Mereka menganggap, anak-anak bisa apa sih. Padahal mending anak diberdayakan, ketimbang tidak sama sekali."

Menanggapi kasus ini, Sri Redjeki Soemaryoto, S. H., Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan menegaskan bahwa para pelaku pemerkosaan sudah selayaknya mendapat hukuman yang seberat-beratnya. "Saya mengakui, UU yang kini berlaku masih harus direvisi. Hukuman bagi pelaku pemerkosaan masih terbilang rendah dan tak sebanding dengan penderitaan jiwa dan fisik yang ditanggung korban," ungkap Sri pada NOVA, Senin (21/1) di Jakarta.

Ditambahkan Sri, pihaknya tengah mendesak DPR untuk mengesahkan substansi RUU tentang hukum acara pidana mengenai perlindungan korban dan saksi peristiwa perkosaan. "Namun pemerintah tentunya tidak dapat bergerak sendiri tanpa adanya dukungan dari masyarakat."

Untuk mencapai keadilan hukum bagi perempuan dan anak, ujar Sri, seluruh masyarakat harus bergerak bersama. Masyarakat juga mesti semakin peduli melalui sikap nyata yang menentang kejahatan pada perempuan dan anak, sampai pada bentuk yang sekecil-kecilnya. "Untuk semua gerakan yang membela hak-hak anak dan perempuan, Pemerintah akan memfasilitasi. Kami juga akan memberikan advokasi dan dukungan sebesar-besarnya," tegas Sri.

Sumber:
Tabloid NOVA No. 727/XIV - 3 Februari 2002