Sunday, January 28, 2001

Menyakiti Anak, Tidak Bijaksana

Konsultasi Psikologi

Pertanyaan:
Kepada pengasuh konsultasi psikologi yang saya hormati. Saya ibu dari dua anak, anak pertama saya perempuan (2 tahun), kedua laki-laki (4 bulan). Saya tidak tahu kenapa sekarang saya jadi sedikit kurang sabar sama anak pertama saya. Sepertinya dia selalu menggoda dengan bertingkah laku yang selalu membuat saya marah dan akhirnya memukulnya, padahal menyesal setelah memukulnya.

Mungkin karena saya capek karena kerja mengurus rumah dan anak-anak sendirian, trus sorenya harus kerja lagi (gantian dengan suami waktu saya kerja). Sebenarnya tujuan saya ingin melatih dia untuk disiplin dan tahu mana yang seharusnya boleh dan tidak boleh dilakukan, pertanyaan saya adalah:
1. Apakah sikap saya terlalu berlebihan untuk usia anak saya (2 tahun)?
2. Apakah cara saya mengingatkan dia dengan memukulnya itu salah?
3. Bagaimana caranya supaya bisa mengontrol diri untuk sabar dan ngga ingin memukul?

Atas jawaban dan sarannya saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,
Ny. Andi, Surabaya

_________________

Jawaban:
Ibu Andi terkasih, mencermati permasalahan yang ibu alami, saya menganggap perilaku anak pertama ibu sesungguhnya merupakan suatu bentuk protes, diantaranya:
1. Kecemburuan atas kehadiran anak yang seringkali lebih menyita perhatian orangtua (khususnya ibu).
2. Merasa dibandingkan dengan adik.
3. Terhadap perubahan perilaku orangtua sendiri, artinya secara sadar dari hari ke hari si anak sesungguhnya mengamati perubahan perilaku orangtuanya sendiri. Seperti ibu sendiri juga menyatakan bahwa akhir-akhir ini ibu menjadi sering kurang sabar. Saya mengira bahwa perilaku anak (yang terkadang memicu kemarahan ibu) boleh jadi sebagai bentuk peniruan atas perilaku kita sendiri. Jangan lupa bahwa anak adalah makhluk peniru yang luar biasa terutama pada tahap perkembangan dimana ia belum memiliki nilai pribadi yang menjadi panutannya, sehingga ia lebih banyak meniru dari lingkungan terdekatnya. Bila orangtua sulit mengontrol emosi marah dan kemudian memukul anak, bukan tidak mungkin ia akan meniru perilaku memukul tersebut di kemudian hari, yang mungkin dilakukannya terhadap teman atau adiknya, ketika ia merasa marah.
4. Mencerminkan kebutuhan anak, artinya kemungkinan anak membutuhkan waktu dan perhatian yang lebih besar dari ibu, misalnya ia sesungguhnya ingin bermain dan ditemani, namun dengan usianya yang masih sangat belia, ia belum dapat mengekspresikan kebutuhannya ini, sehingga terkadang orangtua juga tidak dapat mengetahui maksud anak dengan jelas.

Pada anak usia 2-7 tahun, sikap dan perilaku anak biasanya lebih dilandaskan pada upaya untuk memperoleh hadiah dan tidak menerima hukuman. Pada usia ini, anak belum dapat membedakan mana yang benar dan tidak benar menurut orang lain. Ukuran masih didasarkan pada penilaian dirinya sendiri. Jadi agak kurang tepat bila perilaku anak diukur berdasarkan perilaku orangtuanya (yang sudah berada pada tahap perkembangan yang jauh lebih tinggi).

Memukul anak, menurut saya, kurang bijaksana, karena masih banyak cara lain yang dapat dilakukan agar tidak menimbulkan permasalahan baru. Apabila ibu merasa sedang tidak mampu mengontrol diri, maka sebaiknya ibu 'keluar' dari situasi ini dan membiarkan orang lain (misalnya suami) untuk membantu menangani anak. Bila tidak ada orang lain, cobalah untuk menarik nafas panjang dahulu dan minum segelas air untuk menenangkan diri dan kemudian kembali berusaha merespon dengan tenang.

Ajari sang kakak untuk duduk dan berhadapan sama tinggi, sehingga ibu dapat menatap matanya (jangan sekali-kali memarahi anak dengan berteriak dan berdiri karena anak hanya mendengar suara keras dan tidak mampu menangkap pesan sesungguhnya), kemudian peluklah ia dan katakan: "Ibu mencintaimu" dan tidak ingin menyakiti dia. Lalu perlahan dan lembut katakan apa yang ibu harapkan dari dia disertai janji bila anak dapat memenuhinya, maka ibu akan meluangkan waktu lebih banyak bersamanya.

Mengingat usia 2-5 tahun anak masih sangat membutuhkan pendampingan secara fisik (berada berdekatan dan bersentuhan) khususnya untuk memberikan rasa aman ("bahwa ada ibu di samping saya yang akan melindungi saya"), maka hendaknya kebutuhan akan rasa aman ini dapat diberikan oleh orangtua dengan merencanakan lebih baik lagi akan waktu kerja dan orang lain yang dapat dimintai bantuan untuk menggantikan ibu apabila ibu berhalangan.

Selamat mencoba dan semoga ibu semakin dapat menikmati peran ini dengan mengamati pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tercinta setiap hari dengan segala keunikannya. Saya yakin dengan kesabaran yang lebih besar, disertai rasa syukur, segala permasalahan dapat dijalani dan diselesaikan.

Sumber:
Harian Surya, Minggu 28 Januari 2001

Tuesday, January 9, 2001

Masa Generativity

Sebagai anak muda, munculnya bayangan tentang malam pertama itu wajar. Mereka sedang mengalami perkembangan sebagai seorang manusia. Pada suatu saat, akan memasuki masa generativity, yaitu masa mencari pasangan hidup. Munculnya gambaran itu bisa dipicu oleh hal-hal seperti percakapan dengan sesamanya, setelah menonton suatu film, atau saat membicarakan masa depan. Umumnya, malam pertama yang ada dalam benak mereka bergantung pada harapan mereka sendiri. Apa yang ada dalam pikiran cowok dan cewek tentu berbeda. Cowok cenderung melihat keadaan diri mereka, sedangkan cewek lebih ke arah pasangannya. Jadi sebaiknya, tiap individu mencari gambaran tentang malam pertama mereka sendiri, agar kelak sesuai dengan yang diharapkan.

Sumber:
Deteksi Jawa Pos, 9 Januari 2002